TOLITOLI, WARTASULAWESI.COM – Pertambangan Galian C diduga Ilegal di Sungai Desa Basi, Kecamatan Basidondo, Kabupaten Tolitoli yang hingga kini masih terus berlangsung, mendapat sorotan dari praktisi hukum dan pemerhati hukum pertambangan di Indonesia, Wahyudi Jarmanto, SH.,M.Kn.
Kepada wartasulawsi.com, Wahyudi Jarmanto menyampaikan bahwa kegiatan pertambangan galian C illegal di Desa Basi itu, memenuhi unsur pidana penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp100 Miliar.

“Pada pasal 158 Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2020, setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa Izin resmi bisa dipidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp100 miliar,” tegas Wahyudi Jarmanto.
Menurutnya, setiap aktivitas pertambangan seharusnya memiliki izin oprasi produksi sebelum melakukan aktivitas pertambangan termasuk pertambangan galian C yang mengambil pasir dan batu (sirtu).

“Pertambangan dengan luasan di atas 50 hektar, harus menggunakan amdal. Jika di bawa 50 hektar, maka harus menggunakan UKP-UPL,” terangnya.
Praktisi hukum pertambangan ini menjelaskan, setiap perusahaan yang ingin melakukan aktivitas mining, maka harus mengantongi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahunan. Jika tidak mengantongi RKAB, maka itu disebut ilegal mining.
Ilegal mining lanjutnya, selain merugika negara maupun daerah, juga ada aspek hukum lain yang di langgar seperti Undang – Undang Lingkunga Hidup karena praktek ilegal mining tentu tidak mengantongi izin lingkunga hidup apakah itu amdal ataupun UKL-UPL, serta melanggar aturan daerah tentang penataan RT/RW.
“Ilegal mining sangat merugikan negara, daerah bahkan masyarakat setempat karena dampak lingkungannya,” tegasnya.

Dia menerangkan galian C tanpa izin atau illegal merupakan tindak pidana pertambangan yang terdapat pada undang-undang nomor 3 tahun 2020 tentang mineral dan batubara (Minerba).
Dalam penegakkan hukum atas tindakan ini, berada di Subdit Tipter Polda Sulteng maupun polres setempat dalam hal ini Polres Tolitoli yang harus segerah menindak tegas praktek illegal mining ini.
“Penindakan illegal mining ini, juga menjadi bagian dari perintah Kapolri untuk memberatas segala kejahatan. Jadi Polisi seharusnya sudah bertindak,” tandasnya.
Untuk diketahui, material sirtu yang diambil secara illegal di sungai Desa Basi ini, digunakan untuk penimbunan Proyek Rekonstrukti Peningkatan Kapasitas Struktur Jalan (Khusus Provinsi) Ruas SP. Buatan – Bilo di Desa Sibaluton, Kecamatan Basidondo, Kabupaten Tolitoli dengan nilai anggaran sebesar Rp11,9 Miliar.
Kepala Bidang Jalan dan Jembatan Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang Provinsi Sulteng, Asbudianto yang dikonfirmasi media ini mengatakan, proyek di Dusun Donton, Desa Sibaluton itu memang paket proyek dari Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang Provinsi Sulteng.
“Sebenarnya, kita tidak pusing apakah material yang dia gunakan itu resmi atau illegal. Yang penting bagi kami, material yang digunakan sesuai spesifikasi untuk pendasi dasar jalan,” ujar Asbudianto yang ditemui di ruang kerjanya belum lama ini.
Asbudianto menjelaskan, material sirtu yang diambil dari Sungai Desa Basi itu tidak langsung digunakan untuk menimbun jalan, namun dicampur dulu dengan kerikil yang dibawa dari Desa Tinigi, Kecamatan Galang, Kabupaten Tolitoli.
“Informasi yang mereka sampaikan ke saya dari lapangan, sirtu itu mereka campur dulu dengan kerikil dari Tinigi baru digunakan untuk penimbunan jalan,” jelas Asbudianto sembari memperlihatkan foto pencampuran sirtu dan kerikil.
Dia menyampaikan, di lokasi pengambilan sirtu di Sungai Desa Basi itu sekaligus digunakan sebagai tempat untuk mencampur sirtu dengan kerikil yang dibawa dari Desa Tinigi.
“Mereka dari lapangan mengirimkan foto bahwa di lokasi itu, sekaligus jadi tempat untuk mencampur sirtu dan kerikil baru digunakan menjadi timbunan atau dasar pondasi jalan,” jelasnya.
Namun penjelasan Asbudianto itu, rupanya tak sesuai kenyataan di lapangan.
Hasil penelusuran langsung wartawan media ini di lokasi proyek, nampak beberapa timbunan sirtu yang diambil dari Sungai Desa Basi terlihat jelas tidak ada campuran kerikilnya.
Sirtu yang diambil secara illegal dari Desa Basi itu, langsung diturunkan di ruas jalan proyek Dusun Donton, Desa Sibaluton itu. Dari beberapa tumpukan sirtu yang diletakkan di jalan, tidak terlihat sama sekali kerikil sesuai penjelasan Asbudianto. ADR