Pada tulisan saya beberapa minggu yang kemarin, telah banyak membicarakan bagaimana pentingnya partisipasi pemuda dalam Pemilu yang akan datang 2024. Disini saya coba menggunakan pendekatan literasi politik sebagai pendidikan politik bagi penyandang disabilitas yang juga memiliki hak pilihnya pada pemilu 2024 akan datang, sebagaimana penyandang disabilitas memiliki hak dan kewajiban atas pentingnya mengawal Pemilu 2024.
Pemilu atau pemilihan umum merupakan perwujudan dari salah satu pelaksanaan demokrasi yang menjadi sarana bagi rakyat dalam memberikan suara serta meneguhkan kedaulatannya terhadap negara kesatuan republik Indonesia dan pemerintah. Kedaulatan rakyat hanya akan bisa diwujudkan melalui proses Pemilu sebagaimana menentukan pemimpin serta wakil rakyat yang harus menjalankan dan mengawasi dalam pemerintahan suatu negara.
Selain itu, dengan adanya Pemilu membuktikan bahwa peralihan kepemerintahan lama ke yang baru secara aman, damai, jujur, serta berkesinambungan demi untuk keberlanjutan pembangunan nasional. Pentingnya literasi politik sebagaimana terlibat dalam partisipasi politik dengan menentukan sikap individu pada situasi dan kondisi organisasinya, sehingga ini mampu mendorong individu-individu tersebut berperan secara aktif dalam mencapai tujuan.
Sementara itu, dalam partisipasi politik ada hal-hal yang menjadi penghambat seperti kebijakan dalam organisasi yang terkadang berubah, dukungan yang kurang dari orang-orang terdekat dan pemilih pemula yang masih otonom. Dukungan yang kurang dalam suksesi kegiatan politik maka ini akan menghambat aktifitas pelaksanaan pemilihan secara politik dan sama halnya dengan pemilih pemula yang masih otonom akan membuat gerak politiknya tidak lagi independen dalam hajatan besar demokrasi. Seorang akan dapat menjadi tidak independen dan tidak berpartisipasi secara politik dalam kegiatan Pemilu karena hambatan-hambatan tersebut.
Literasi Politik bagi Penyandang Disabilitas
Masalah kesehatan yang dalam pandangan medis, bahwa disabilitas adalah sebagai masalah kesehatan. Sementara itu, dalam pandangan pendekatan sosial, bahwa disabilitas adalah hasil dari interaksi sosial. Dari kedua pandangan tersebut tidak bisa dijelaskan secara terpisah dikarenakan disabilitas adalah pengaruh kondisi kesehatan yang dialami seseorang.
Dalam UU No. 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas, menyebutkan bahwa penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, mental, intelektual, dan atau sensorik hingga waktu yang lama dalam berinteraksi pada lingkungannya dapat mengalami hambatan serta kesulitan untuk memberikan partisipasi secara efektif dan secara penuh dengan masyarakat lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Setiap warga negara memiliki hak yang sama, sama halnya dengan penyandang disabilitas berhak untuk terlibat dalam keikutsertaannya berpartisipasi dalam politik. Artinya, penyandang disabilitas memiliki kesempatan yang sama dalam hak-hak dasar, termaksud hak politik seperti hak dalam pemilu dan hak pilih. Bukankah dalam UU No 8 Tahun 2016 telah dijelaskan bahwa, negara menjamin keberlangsungan hidup setiap warganya, termaksud penyandang disabilitas yang memiliki kedudukan yang sama sebagai warga negara.
Undang-undang No 8 Tahun 2016, Pasal 5 Ayat 1 huruf h menyatakan bahwa, penyandang disabilitas memiliki hak untuk berpartisipasi dalam politik, dan hak tersebut juga tertuang dalam Pasal 13 bahwa, hak politik penyandang disabilitas salah satunya adalah memilih dan dipilih dalam jabatan politik serta memilih partai politik dan atau peserta individu dalam Pemilu sebagai hak politiknya.
Kenyataannya, bahwa penyandang disabilitas telah lama ter-alienasi dari berbagai akses pendidikan politik serta merupakan kapital penting untuk membentuk kapital seseorang. Seringkali penyandang disabilitas mendapatkan hambatan pada berbagai akses dan kontrol terhadap pembangunan serta sumber daya masyarakat serta keluarga. Hambatan tersebut bahkan menimbulkan ketidakadilan akibat diskriminasi terhadap penyandang disabilitas.
Dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat model diskriminasi-nya bermacam-macam dan berbeda-beda. Pada dasarnya pendidikan politik terhadap masyarakat bertujuan untuk memperkenalkan daripada nilai-nilai dan simbol-simbol politik negara, partai politik serta kepemerintahan. Sementara itu KPU memiliki tugas untuk melaksanakan sosialisasi serta pendidikan literasi politik terkait dengan penyelenggaraan Pemilu serta menyampaikan tugas dan wewenang KPU terhadap masyarakat.
Pemilu 2024 sudah dekat dan Nasib Penyandang Disabilitas
Setiap warga negara Indonesia memiliki hak yang harus dihormati tanpa membedah-bedakan, dilindungi dan menjunjung tinggi nilai-nilai keberagaman serta persatuan. Sebagai warga negara penyandang disabilitas memiliki hak politik yang dilindungi sebagaimana dalam pemungutan suara dan perhitungan suara adalah puncak dari pelaksanaan proses demokrasi pada pemilihan.
KPU memberikan jaminan bahwa penyandang disabilitas dapat menggunakan hak suaranya pada bilik suara dengan baik. Menyediakan akses seperti sarana yang memudahkan serta memfasilitasi sebagaimana pelayanan publik memberikan kebutuhan untuk penyandang disabilitas.
Dalam data yang dirilis Kementerian Kesehatan sebagaimana mengungkapkan bahwa penyandang disabilitas di tahun 2018 ada 3.3 persen anak dibawah umur 5-17 tahun, dan umur 18-59 tahun yang mengalami disabilitas di Indonesia yang dimana ada 22.0 persen, sementara di usia lanjut ada 74.3 persen lansia dapat beraktivitas dengan baik, 22.0 persen mengalami masalah ringan, 1.1 persen masalah sedang, 1 persen masalah berat, dan 1.6 persen mengalami masalah ketergantungan total. Betapa banyaknya penyandang disabilitas di negara kita, olehnya perlu adanya program kegiatan yang mendekati pada asas kesetaraan hak bagi kaum disabilitas untuk dilaksanakan secara berkelanjutan.
Berkenaan dengan hal tersebut, maka upaya yang harus dilakukan KPU dalam menjamin hak atas pendidikan politik dan hak pilih bagi penyandang disabilitas adalah tahapan pemutakhiran data daftar pemilih tetap beserta menelusuri dengan melakukan pendataan pemilih disabilitas sebelum pelaksanaan Pemilu 2024 yang tinggal menghitung bulan lagi.
Sementara itu, yang menjadi masalah setiap kali dalam penyelenggaraan pemilu, selalu terjadi permasalahan dengan data penggunaan hak pilih terhadap pemilih penyandang disabilitas. Oleh karena itu dengan adanya literasi politik sebagai pendidikan politik dengan dilengkapi data hak pilih penyandang disabilitas diharapkan terpenuhinya setiap hak politik bagi penyandang disabilitas, agar demokrasi kita di Indonesia dapat tetap berjalan dengan sebaik-baiknya.***
Penulis: Moh. Taufik Abdullah, S.E., M.E, Penggiat Demokrasi & Peneliti di Institut Kajian Keuangan Negara dan Kebijakan Publik (IK2NKP).