PALU, WARTASULAWESI.COM – Longsor di lokasi pekerjaan Jalan dengan nama paket Penanganan Lereng Ruas Tambu-Tompe-Pantoloan yang melekat di Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) tahun anggaran 2023 yang mengakibatkan satu orang meninggal dunia, terus mendapat sorotan dari berbagai pihak.
Praktisi hukum Abdul Razak, SH.MH menyoroti terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dari perusahaan pemilik kontrak dengan nilai paket Rp61.374.845.600 yaitu PT Anugerah Karya Agra Sentosa (PT Akas).
“PT Akas sebagai perusahaan yang berkontrak dengan BPJN, harus bertanggungjawab terhadap kecelakaan kerja yang mengakibatkan satu pekerja meninggal dan dua orang mengalami luka-luka, karena PT Akas lah yang punya pekerjaan itu,” ujar Abdul Razak kepada media yang tergabung di Konsorsium Media Sulteng.
Dikatakan, PT Akas tidak bisa lepas tangan atas kejadian yang menimbulkan korban jiwa itu, karena pekerjaan penanganan lereng itu merupakan pekerjaan utama, tapi dalam kenyataannya ternyata pekerjaan itu di subkon kan kepada perusahaan lain.
“Sebagai pekerjaan utama, seharusnya ditangani langsung PT Akas sebagai pemegang kontrak, bukan malah di-subkon-kan sebagaimana yang dikatakan Kepala Satuan Kerja (Kasatker) PJN I Sulteng yaitu Edwin Christofel Manurung bahwa itu pekerjaan spesialis bisa ditangani subkon,” kritiknya.
Abdul Razak meminta pihak kepolisian menyelidiki kecelakaan di proyek PT Akas itu, apakah benar karena faktor alam atau human error akibat tidak memenuhi Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ditetapkan perusahaan dalam penanganan proyek itu.
“Kecelakaan itu jangan hanya kita liat sebagai kecelakaan biasa saja, tapi harus diusut dulu agar dapat diketahui apa sebenarnya penyebab kecelakaan itu,” pintanya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, longsor yang terjadi pada Minggu, 5 Maret 2023 sekira pukul 14.00 Wita mengakibatkan satu orang pekerja tewas ditempat sementara dua lainnya mengalami luka-luka.
Dari data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sulteng yang tersebar luas ke Group WhatsApp (WAG), korban yang meninggal bernama Hendra (25 tahun) yang saat kejadian tengah bekerja menangani longsor di ruas jalan tersebut.
Sedangkan dua orang yang mengalami luka-luka bernama Taufik (22 tahun) dan Saifudin (29 tahun).
Informasi yang dihimpun Konsorsium Media Sulteng bahwa pekerjaan yang dilaksanakan oleh perusahaan asal Jawa Timur itu, pada titik terjadinya longsor yang mengakibatkan tewasnya seorang pekerja adalah titik pekerjaan yang di-sub kontrak (Sub-kon).
Berdasarkan informasi yang diperoleh, proyek tersebut digarap oleh PT AKAS sesuai dengan tertera di Nomor kontrak HK 0201-Bb14.5.6/PEN.LERENG/JICA-IRSL/01.
Namun belakangan, pekerjaan tersebut oleh PT AKAS kemudian di-Subkon ke pihak PT SMN Bangun Nusantara untuk pekerjaan yang dimaksud.
Peristiwa naas itu berawal saat para pekerja subkon PT SMN Bangun Nusantara, tengah melakukan pemasangan Soil Nailing atau penancapan potongan-potongan baja ke dalam tanah yang kemudian dilakukan Grouting pada lubang.
Pemasangan Soil Nailing itu dilakukan para pekerja setelah hujan reda. Ternyata di lokasi itu terdapat retakan pada bagian lereng gunung yang berjarak sekira enam meter dari tebing dengan kedalaman sekira empat meter dan panjang sekira tiga puluh meter.
Saat itulah tiba-tiba tebing yang berada di atas para pekerja mengalami longsor, hingga mengakibatkan para pekerja terjatuh dan mengakibatkan tiga pekerja tertimbun longsor.
Akibat kejadian itu, satu orang pekerja ditemukan meninggal dunia dan dua orang lainnya luka-luka.
Sementara, General Superintendent (GS) PT. Akas, Arick yang dikonfirmasi tidak memberikan respon sama sekali meskipun pesan yang dikirim melalui WhatsApp terlihat masuk.
Begitupun dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bencana PJN 1.6 Sulteng, Fransisco atau biasa disebut Franco juga tidak memberikan tanggapan hingga berita ini naik tayang.
Sebelumnya, Kepala Satuan Kerja (Kasatker) PJN I Sulteng, Edwin Christofel Manurung yang dikonfirmasi atas kejadian itu mengatakan, penyebab kejadian longsor tersebut adalah faktor alam, longsoran tanah dari puncak bukit yg mengenai perancah.
Edwin Christofel Manurung juga mengkailm, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam proyek itu sudah berjalan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) dengan peralatan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap.
“K3 sudah berjalan sesuai SOP dengan peralatan APD lengkap,” katanya.
Terkait dengan Titik pekerjaan yang terjadi longsor itu, adalah pekerjaan utama yang sebenarnya tidak bisa dilakukan Subkon. Sementara faktanya dititik itu adalah pekerjaan yang pelaksananya adalah rekanan Subkon dari penyedia Jasa yang berkontrak, Edwin Christofel Manurung juga mengklaim bahwa itu pekerjaan spesialis bukan pekerjaan utama.
“Itu pekerjaan spesialis yg bisa ditangani subkon, bukan pekerjaan utama. Demikian tanggapan kami selaku Kasatker PJN 1 Sulteng, terimakasih atas atensi dari teman2 media di Sulteng, mohon doa dan dukungannya,” tulisnya melalui pesan WhatsApp.
Namun saat didesak bahwa seharusnya pekerjaan itu dikerjakan oleh perusahaan yang berkontrak meski pekerjaan spesialis, Edwin Christofel Manurung sudah tak memberikan tanggapan lagi meski pesan yang dikirim terlihat masuk.
Apalagi dalam aturannya, jika pekerjaan itu disubkon kan maka harus ada suatu legal standing administrasinya yang minimal di tandatangani oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). (Tim)