Pasca terjadinya bencana dahsyat di Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) khususnya di Kota Palu, Sigi dan Donggala (Pasigala) pada tanggal 28 September 2018 lalu, miliar anggaran untuk Rabilitasi dan Rekonstruksi Pemulihan Bencana Sulteng mengucur deras ke Balai Prasarana Pemukiman Wilayah (BP2W) Sulteng, salah satunya adalah proyek pembangunan 19 sekolah dengan nilai kontrak Rp37,41 Miliar.
Oleh : Mahful Haruna
Proyek pembangunan 19 sekolah di Kota Palu dan Kabupaten Sigi dengan nama pekerjaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Fasilitias Pendidikan Dasar Fase 1B, seharusnya sudah selesai dikerjakan dan diserahkan kepada pihak sekolah masing – masing untuk dimanfaatkan sebagai tempat pembelajaran para peserta didik. Namun kenyataannya, proyek bernilai miliaran rupiah itu belum sepenuhnya rampung dikerjakan.
Proyek dengan nilai Rp37,41 Miliar ini, dikerjakan oleh PT. Sentra Multikarya Infrastruktur dengan Nomor Kontrak HK.02.01/KONT/SPPP.ST/PSPPOP.II/02/2020, tanggal kontrak 5 Juni 2020 dengan konsultan proyek TMC CERC PT. Yodya Karya.
Jika dihitung mundur dari tanggal kontrak 5 Juni 2020 hingga saat ini 10 Oktober 2022, berarti proyek ini sudah berlangsung selama 27 bulan atau 2 tahun 3 bulan. Sebuah pekerjaan proyek rehab rekon yang terbilang lama.
Dari papan pengumuman proyek diketahui 19 sekolah yang dibangun itu yakni; MTs Alkhairaat Bobo, MTsS Alhasanaat Kaleke, MTsS Alkhairaat Balamoa, MIS Alkhairaat Bangga, MTsS Nidatul Khairaat Pombewe, SD Islam Terpadu Insan Gemilang, RA Darul Iman, SD Inpres Buluri, SD Swasta Al Akbar, MTsS Walisongo Palu, SD Islam Iqra Petobo, SDN 1 Petobo, SDN 2 Petobo, SDN Inpres Petobo, SMKS Justitia, TK Annisaul Khairaat, TK KT Bamba, TK Nosarara dan MTsN 3 Kota Palu.
Hasil investigasi langsung wartasulawesi.com di lapangan bersama tim Konsorsium Media Sulteng, menemukan sejumlah masalah dari proyek Rp37,41 Miliar itu. Tim investigasi yang mengcek pertama pekerjaan di MTsN 3 Kota Palu di Kelurahan Petobo, menemukan beberapa fasilitas yang dikerjakan sudah rusak seperti gagang pintu padahal belum lama dipasang, plafon yang tidak selesai dipasang, serta pembangunan dua gedung laboratorium yang belum rampung 100 persen.
Tim investigasi lanjut mengecek pekerjaan di SDN Inpres Petobo, SDN 1 Petobo dan SDN 2 Petobo yang kebetulan berada di satu titik lokasi. Dari lokasi ini, Tim Investigasi menemukan sejumlah intem pekerjaan juga belum rampung seperti di SDN 1 Petobo terdapat akses tangga untuk disabilitas namun tidak dipasang besi pegangan, begitu juga paving halaman juga tidak ada sama sekali.
Hal yang sama juga terlihat di SDN 2 Petobo yang juga tidak ada besi pegangan untuk akses tangga disabilitas serta paving juga belum tepasang semuanya. Namun saat tim investigasi tiba di sekolah ini, terlihat sejumlah pekerja tengah memasang dan merapikan paving di depan kelas.
Salah seorang guru yang berada di SDN 2 Petobo bernama Ulim yang sempat ditemui di lokasi mengtakan, pihak Balai Prasarana dan Pemukiman Wilayah (BP2W) sudah beberapa kali turun ke sekolah itu dan berbincang dengan Kepala Sekolah.
“Kalau untuk paving ini, saya tidak tahu informasinya apakah dipasang semua satu halaman sekolah atau hanya di depan kelas saja,” kata Ulim.
Dia mengaku, saat terjadi hujan deras halaman di depan sekolah itu digenangi air, sehingga tidak dapat digunakan untuk apel pagi maupun tempat bermain para murid. “Semoga ada solusinya kedepan,” pintanya.
Setelah berbincang – bincang beberapa saat dengan guru SDN 2 Petobo itu, tim investigasi kemudian melanjutkan perjalanan mengecek pekerjaan di MTsS Nidatul Khairaat Pombewe. Di sekolah yang berada dibawah naungan PB Alkahiraat ini, sejumlah item pekerjaan benar – benar amburadul dan terkesan asal jadi saja. Pekerjaan di sekolah ini yakni rahabilitasi 3 gedung lama dan pembangunan satu gedung baru.
Untuk pembangunan gedung baru, beberapa item pekerjaannya sama sekali belum ada yakni pintu, jendela dan aliran listrik. Sementara plafon, tidak rampung dikerjakan. Sedangkan untuk pekerjaan rahbilitasi 3 gedung lama, pintu dan jendela tidak ada, plafon tidak rampung dikerjakan dan pekerjaan toilet sama sekali tidak ada alias tidak dikerjakan.
“Sekolah ini waktu belum direhab tidak begini, tapi setelah direhab malah seperti tambah parah,” ujar salah seorang guru yang mengajar di sekolah itu, Rafin Datungsolang.
Dia mengaku sangat kesal, karena para pekerja sudah pergi sebelum pekerjaan itu rampung dikerjakan 100 persen. “Ini kita tidak tahu bagaimana kelanjutan pekerjaan ini,” ujarnya.
Dari MTsS Nidatul Khairaat Pombewe, tim investigasi melanjutkan pengecekan pekerjaan di MTsS Alhasanaat Kaleke. Di sekolah swasta ini, sejumlah item pekerjaan dikeluhkan oleh Kepala Sekolah dan para guru seperti daun pintu dan gagang pintu, rupanya tidak seperti ekspektasi para guru.
Pintu yang dipasang rupanya tidak kuat, karena bagian atas pintu yang harusnya dicor, hanya dipasang menggunakan kalsibor. Akibatnya, saat akan dibuka dan ditutup, pintu itu bergoyang seakan mau lepas.
“Katanya ini bangunan tahan gempa, tapi tidak aman bagi pencuri,” ujar Kepala Sekolah MTsS Alhasanaat Kaleke, Rosida yang ditemui di sekolahnya.
Item pekerjaan lain yang dia keluhkan adalah pembangunan WC/toilet yang sampai saat ini, belum rampung dan air belum masuk dalam WC. Begitu juga pegangan besi tangga untuk disabilitas juga belum ada, instalasi listriknya tidak bagus, bola lampu juga tidak dipasang. Bahkan paving halaman yang awalnya disebutkan ada, kini disebut pihak balai sudah tidak ada karena anggaran sudah tidak ada lagi.
“Waktu pertama datang dari balai, katanya akan ada juga paving untuk halaman. Namun sampai saat ini, ternyata tidak ada. Saya sudah telfon PPTK-nya, katanya untuk paving sudah tidak ada karena anggarannya sudah habis,” ujar Rosida.
Setelah berbincang dengan Kepsek MTsS Alhasanaat Kaleke, tim lanjut ke MTsS Alkhairaat Balamoa. Kehadiran tim investigasi ini, disambut langsung Kepala MTsS Alkhairaat Balamoa, Rifai.
Kepada tim investigasi, Rifai langsung mengungkapkan kekesalannya atas pekerjaan sekolah yang asal – asalan itu.
“Saya kira kamu ini dari konsultan tadi. Kalau dari konsultan tadi, saya sudah usir. Kalau banyak begini, saya panggilkan warga untuk usir kamu semua ini,” ujarnya serius.
Rifai mengaku sangat kesal, karena pekerjaan pembangunan gedung sekolah yang dipimpinnya itu sangat amburadul dan tidak aman bagi para muridnya. Beberapa kali konsultan datang melihat pekerjaan itu, tapi hanya sekedar foto – foto lalu pulang dan tidak ada tindak lanjutnya.
Dia lalu mengajak tim investigasi mengecek beberapa intem pekerjaan yang dinilai tidak beres dan asal jadi saja. Dia menunjuk daun pintu dan gagang pintu yang terpasang asal – asalan, sehingga goyang jika dibuka dan ditutup. Begitu juga pengerjaan WC juga tidak beres dan tidak ada air yang mengalir ke dalam. Pemasangan jendela dan plafon juga tidak sesuai harapan.
“Saya ini benar – benar sudah kesal, karena pembangunan sekolah kita ini seperti hanya dimanfaatkan saja untuk mendapatkan keuntungan,” kesalnya.
Item pekerjaan lain yang juga dia keluhkan adalah tidak adanya paving halaman yang dijanjikan pada awalnya ada.
“Ini pekerjaan paving awalnya disebutkan ada, namun rupanya tidak ada realisasinya sampai sekalang,” ujarnya.
Rifai mengaku, sudah berkoordinasi dengan beberapa kepala sekolah penerima paket pekerjaan Rp37,41 Miliar itu. Hasilnya, keluhan yang dia sampaikan itu sama dengan sekolah – sekolah lainnya.
“Rupanya bukan hanya di sekolah saya ini yang tidak beres pekerjaannya, tapi semua sekolah yang masuk dalam satu paket pekerjaan itu juga dikerjakan asal – asalan dan tidak ada yang rampung,” paparnya.
Rifai mengaku sudah berkomunikasi dengan beberapa guru penerima paket pekerjaan itu untuk melakukan demonstrasi ke Balai Prasarana Pemukiman Wilayah Sulteng untuk mempertanyakan kelanjutan pekerjaan sekolah mereka.
“Kita berencana mau demo ke balai untuk mempertanyakan pekerjaan sekolah kami ini,” tandasnya.
Sementara itu Kepala BP2W Sulteng, Sahabudin yang dikonfirmasi terkait amburadulnya pekerjaan 18 sekolah itu, beralibi bahwa hal – hal yang dikeluhkan itu akibat dicuri orang dan sementara diperbaiki. Namun saat dikirimkan foto – foto hasil teman di lapangan pekerjaan yang tidak beres itu, Sahabudin hanya menyampaikan permohonan maaf kepada warga Sulteng.
“Mohon maaf sy belum bisa memberi yg terbaik buat masyarakat Sulteng. Saya terlalu percaya tim dibawah,” katanya melalui pesan WhatsApp.
Saat diminta untuk memberikan tanggapan atas foto – foto bukti pekerjaan yang amburadul itu, Sahabudin hanya menjawab bahwa masalah itu Panjang ceritanya.
“Ceritanya Panjang,” singkat Sahabudin sambari meminta bertemu untuk penjelasan selengkapnya. ***