Setelah Tim Investigasi dari Konsorsium Media Sulteng menemukan bukti – bukti amburadulnya pekerjaan proyek pembangunan 18 sekolah yang ditangani Balai Prasarana Pemukiman Wilayah (BP2W), kini masalah baru muncul yakni rupanya ada satu sekolah yang tidak dibangun dan anggarannya tidak diketahui dialihkan kemana.
Oleh : Mahful Haruna
Dampak dari bencana dahsyat Gempa Bumi, Tsunami dan Likuifaksi yang terjadi di Sulteng khusunya di tiga wilayah terparah yakni Palu, Sigi dan Donggala (Pasigala) pada 28 September 2018 lalu, hingga kini masih dirasakan masyarakat. Banyak penyintas bencana yang belum mendapatkan haknya berupa hunian tetap (Huntap), serta program pemulihan ekonomi masyarakat.
Begitu pun anak – anak yang ikut menjadi korban bencana 28 September lalu, hingga kini belum semua juga mendapatkan sekolah yang layak bagi mereka untuk menimba ilmu pengetahuan.
Untuk itulah, pemerintah melalui Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), telah mengucurkan dana miliaran rupiah kepada Balai Prasarana dan Pemukiman Wilayah (BP2W) Sulawesi Tengah (Sulteng) untuk pemulihan pasca bencana Sulteng salah satunya pembangunan 19 sekolah di Kota Palu dan Sigi dengan nilai kontrak Rp37,41 Miliar.
Proyek pembangunan 19 sekolah ini, dikerjakan oleh PT. Sentra Multikarya Infrastruktur dengan Nomor Kontrak HK.02.01/KONT/SPPP.ST/PSPPOP.II/02/2020, tanggal kontrak 5 Juni 2020 dengan konsultan proyek TMC CERC PT. Yodya Karya.
Dari data yang diperoleh Konsorsium Media Sulteng, diketahui bahwa proyek pekerjaan 19 sekolah ini, rupanya sudah empat kali di addendum alias perpanjangan kontrak yakni addendum pertama tanggal 26 November 2020, Adendum kedua 31 Maret 2021, addendum ketiga 29 Juni 2021 dan addendum ke empat 27 September 2021.
Anehnya, meski sudah empat kali addendum atau perpanjangan kontrak, namun pekerjaan proyek 19 sekolah itu belum rampung hingga saat ini. Bahkan temuan langsung di lapangan, terdapat beberapa pekerjaan yang tidak beres alias dikerjakan asal – asalan seperti di MTsN 3 Kota Palu di Kelurahan Petobo, ditemukan beberapa fasilitas yang dikerjakan sudah rusak seperti gagang pintu padahal belum lama dipasang, plafon yang tidak selesai dipasang, serta dua gedung laboratorium yang belum rampung dikerjakan 100 persen.
Begitu juga di SDN Inpres Petobo, SDN 1 Petobo dan SDN 2 Petobo juga tidak rampung dikerjakan seperti akses tangga untuk disabilitas yang tidak dipasang besi pegangan, serta paving halaman yang tidak selesai dikerjakan.
“Kalau untuk paving ini, saya tidak tahu informasinya apakah dipasang semua satu halaman sekolah atau hanya di depan kelas saja,” kata Ulim, salah seorang guru di SDN 2 Petobo.
Dia mengaku, saat terjadi hujan deras halaman di depan sekolah itu digenangi air, sehingga tidak dapat digunakan untuk apel pagi maupun tempat bermain para murid.
Pekerjaan yang sangat parah, ditemukan di MTsS Nidatul Khairaat Pombewe. Beberapa item pekerjaan, sama sekali tidak dikerjakan yakni pintu dan jendela tidak ada, aliran listrik juga tidak ada, plafon tidak rampung dan pekerjaan toilet tidak ada.
“Sekolah ini waktu belum direhab tidak begini, tapi setelah direhab malah seperti tambah parah,” ujar salah seorang guru yang mengajar di sekolah itu, Rafin Datungsolang.
Dia mengaku sangat kesal, karena para pekerja sudah pergi sebelum pekerjaan itu rampung dikerjakan 100 persen. “Ini kita tidak tahu bagaimana kelanjutan pekerjaan ini,” ujarnya.
Keluhan yang sama, juga disampaikan pihak MTsS Alhasanaat Kaleke. Di sekolah swasta ini, sejumlah item pekerjaan dikeluhkan oleh Kepala Sekolah dan para guru seperti daun pintu yang tidak kuat dan bisa digoyang, gagang pintu yang sudah rusak, WC yang tidak rampung, serta paving yang awalnya disebutkan ada kini sudah tidak ada lagi.
Kusen pintu yang harusnya di cor agar kuat, rupanya hanya dipasang kalsibor sehingga saat akan dibuka dan ditutup, pintu itu bergoyang seakan mau lepas.
“Katanya ini bangunan tahan gempa, tapi tidak aman bagi pencuri,” ujar Kepala Sekolah MTsS Alhasanaat Kaleke, Rosida yang ditemui di sekolahnya.
Rosidah juga mengeluhkan instalasi listriknya tidak bagus, bola lampu juga tidak dipasang, serta paving halaman yang awalnya disebutkan ada, namun kini disebut pihak balai sudah tidak ada karena anggaran sudah tidak ada lagi.
“Waktu pertama datang dari balai, katanya akan ada juga paving untuk halaman. Namun sampai saat ini, ternyata tidak ada. Saya sudah telfon PPTK-nya, katanya untuk paving sudah tidak ada karena anggarannya sudah habis,” ujar Rosida.
Amburadulnya pekerjaan juga dikeluhkan Kepala MTsS Alkhairaat Balamoa, Rifai. Kepada tim media Rifai tak sungkan – sungkan meluapkan rasa kekecewaanya kepada pihak BP2W yang dinilainya hanya mencari untuk dari sekolah mereka yang rusak akibat bencana.
“Sudah beberapa kali konsultan datang melihat pekerjaan sekolah ini, tapi hanya foto – foto setelah itu pulang dan tidak ada hasilnya sampai saat ini,” kesal Rifai.
Dia lalu menunjukkan pintu dan gagang pintu yang terpasang asal – asalan, sehingga goyang jika dibuka dan ditutup. Begitu juga pengerjaan WC juga tidak beres dan tidak ada air yang mengalir ke dalam, serta pemasangan jendela dan plafon juga tidak sesuai harapan.
“Saya ini benar – benar sudah kesal, karena pembangunan sekolah kita ini seperti hanya dimanfaatkan saja untuk mendapatkan keuntungan,” kesalnya.
Ditengah amburadulnya pekerjaan itu, tim Konsorsium Media Sulteng menemukan fakta yang sangat mencegangkan yakni ada satu sekolah rupanya yang tidak dibangun alias fiktif yakni SD Islam Terpadu Insan Gemilang.
Sekolah ini awalnya berada di Kelurahan Petobo, namun hingga saat ini tidak diketahui dimana sekolah ini karena tidak jadi dibangun pihak BP2W.
Sementara itu Kepala BP2W Sulteng, Sahabudin yang dikonfirmasi terkait amburadulnya pekerjaan 18 sekolah, tidak dibangunnya satu sekolah serta telah dibayarkanya 100 persen pekerjaan itu padahal tidak rampung tidak memberikan tanggapan sama sekali.
Sahabudin awalnya berjanji kepada tim Konsorsium Media Sulteng untuk menemuinya di kantornya pada Selasa (11/10/2022) pukul 17.00 Wita, namun hingga pukul 17.30 Wita tidak menjawab konfirmasi apakah jadi pertemuan itu atau tidak.
Pada pukul 16.10 Wita, Sahabudin mengirimkan titik maps yang menunjukkan dirinya berada di Masjid Terapung Kelurahan Lere serta mengirimkan foto sedang bersama tim dari pusat. Pada pukul 16.13 Wita, Sahabudin lalu menyampaikan bahwa pertemuan dipindahkan ke Kafe N Resto di Jalan Tamrin. Hingga pukul 16.26 Wita, Sahabudin masih mengirim pesan memastikan pertemuan dilakukan di Kafe N Resto di Jalan Tamrin.
Namun sangat disayangkan, saat dikonfirmasi kembali kepastian apakah pertemuan itu jadi atau tidak pada pukul 16.33 Wita, Sahabudin tidak menggubrisnya lagi. Tim Konsorsium Media Sulteng yang sudah bersiap – siap menemuinya akhirnya memutuskan untuk membatalkan pertemuan itu karena Sahabudin tak bisa lagi dikontak hingga malam ini.
Pada pukul 19.07 Wita, Sahabudin mengirimkan sesuatu namun belum sempat dibaca sudah langsung dia hapus.
Tim Konsorsium Media Sulteng, lalu mengirimkan beberapa poin pertanyaan sebagai konfirmasi atas berita hasil temuan di lapangan. Namun hingga berita ini tayang pukul 20.50 malam ini, Sahabudin tidak juga membalas upaya konfirmasi Tim Konsorsium Media Sulteng. ***