Indikasi penyimpangan proyek pembangunan 19 sekolah di Balai Prasarana dan Pemukiman Wilayah (BP2W) Sulawesi Tengah (Sulteng) dengan nilai kontrak Rp37,41 Miliar, sangat nyata terlihat dari temuan langsung tim Konsorsium Media Sulteng saat turun langsung ke beberapa sekolah yang menjadi obyek proyek itu.
Oleh : Mahful Haruna
Temuan Konsorsium Media Sulteng itu, bisa menjadi informasi awal bagi Aparat Penegak Hukum (APH) baik polisi maupun kejaksaan untuk turun melakukan penyelidikan terhadap proyek yang telah menelan anggaran miliaran rupiah itu.
Pihak APH (Polisi dan Kejaksaan), jangan sampai menutup mata atas potensi kerugian negara dengan nilai miliaran rupiah itu. APH sudah saatnya mengambil peran untuk melakukan penyelidikan dugaan penyimpangan uang negara miliaran rupiah untuk pembangunan 19 sekolah itu.
Proyek pembangunan 19 sekolah ini, dikerjakan oleh PT. Sentra Multikarya Infrastruktur (SMI) dengan Nomor Kontrak HK.02.01/KONT/SPPP.ST/PSPPOP.II/02/2020, tanggal kontrak 5 Juni 2020 dengan konsultan proyek TMC CERC PT. Yodya Karya.
Dari data yang diperoleh Konsorsium Media Sulteng, diketahui bahwa proyek pekerjaan 19 sekolah ini, rupanya sudah empat kali di addendum alias perpanjangan kontrak yakni addendum pertama tanggal 26 November 2020, Adendum kedua 31 Maret 2021, addendum ketiga 29 Juni 2021 dan addendum ke empat 27 September 2021.
Addendum pekerjaan hingga empat kali, merupakan hal yang luar biasa dalam sebuah proyek, karena seyogyanya jika ada perusahaan yang sudah diberikan kesempatan hingga empat kali perpanjangan kontrak untuk merampungkan pekerjaan, namun tetap tidak rampung juga, maka seharusnya perusahaan itu diputus kontraknya dan diblack list perusahaannya. Namun sungguh sangat disayangkan, pihak BP2W Sulteng kabarnya malah membayarkan 100 persen kepada perusahaan padahal pekerjaan tidak rampung 100 persen.
Temuan langsung di lapangan, terdapat beberapa pekerjaan yang tidak beres alias dikerjakan asal – asalan seperti di MTsN 3 Kota Palu di Kelurahan Petobo, ditemukan beberapa fasilitas yang dikerjakan sudah rusak seperti gagang pintu padahal belum lama dipasang, plafon yang tidak selesai dipasang, serta dua gedung laboratorium yang belum rampung dikerjakan 100 persen.
Begitu juga di SDN Inpres Petobo, SDN 1 Petobo dan SDN 2 Petobo juga tidak rampung dikerjakan seperti akses tangga untuk disabilitas yang tidak dipasang besi pegangan, serta paving halaman yang tidak selesai dikerjakan.
Pekerjaan yang sangat parah, ditemukan di MTsS Nidatul Khairaat Pombewe dimana beberapa item pekerjaan, sama sekali tidak dikerjakan seperti pintu dan jendela yang tidak ada, aliran listrik tidak ada, plafon tidak rampung dan pekerjaan toilet juga tidak ada.
Salah seorang guru di MTsS Nidatul Khairaat Pombewe itu, Rafin Datungsolang mengeluhkan pekerjaan yang tidak rampung itu, karena pihaknya belum bisa menggunakan sekolah itu.
Keluhan yang sama, juga disampaikan pihak MTsS Alhasanaat Kaleke dimana sejumlah item pekerjaan juga tidak sesuai harapan seperti daun pintu yang tidak kuat dan bisa digoyang, gagang pintu yang sudah rusak, WC yang tidak rampung, serta paving halaman yang awalnya disebutkan ada namun tiba – tiba saja hilang.
Bahkan kusen pintu yang harusnya di cor agar kuat, malah hanya dipasang menggunakan kalsibor sehingga saat akan dibuka dan ditutup, pintu itu bergoyang seperti mau lepas.
Kepala MTSS Alhasanaat Kaleke, Rosidah juga mengeluhkan instalasi listrik yang tidak bagus, bola lampu yang tidak dipasang.
Amburadulnya pekerjaan sekolah itu, juga dikeluhkan Kepala MTsS Alkhairaat Balamoa, Rifai yang mengaku sudah pernah dikunjungi Kepala BP2W Sulteng. Namun hingga saat ini tidak ada tindakan lanjutan.
Rifai menunjukkan pintu dan gagang pintu yang terpasang asal – asalan, sehingga goyang jika dibuka dan ditutup. Begitu juga pengerjaan WC juga tidak beres dan tidak ada air yang mengalir ke dalam, serta pemasangan jendela dan plafon juga tidak sesuai harapan.
Yang lebih parah dan mencengangkan, rupanya ada satu sekolah yang fiktif alias tidak dibangun yakni SD Islam Terpadu Insan Gemilang padahal anggarannya sudah masuk dari Rp37,41 Miliar yang sudah dibayarkan 100 persen itu.
Kepala BP2W Sulteng, Sahabudin yang dikonfirmasi terkait amburadulnya pekerjaan dan informasi pembayaran 100 persen pekerjaan itu, tidak memberikan tanggapan sama sekali. Sahabudin hanya meminta beberapa media yang menulis berita ini untuk bertemu dengan dirinya agar dia menjelaskan secara langsung. Namun hingga waktu yang disepakati untuk pertemuan yakni Selasa (11/10/2022) pukul 17.00 Wita, Sahabudin tidak memberikan kabar kepastian jadi atau tidaknya pertemuan itu.***