Naharuddin: Rendahnya Pertisipasi Pemilih Tidak Bisa Membatalkan Pilkada

oleh -
oleh
IMG 20241203 WA0599
Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulawesi Tengah, Dr.Naharuddin, SH, MH. FOTO : IST

PALU, WARTASULAWESI.COM – Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulawesi Tengah, Dr. Naharuddin, SH, MH mengatakan, rendahnya pastisipasi pemilih tidak akan bisa membatalkan hasil pilkada 2024.

Hal itu ditegaskan Naharuddin menyusul informasi yang menyebutkan partisipasi masyarakat untuk memilih rendah. Padahal jika dibandingkat dua pemiihan umum daerah kepala daerah sebelumnya yakni Pilkada 2015 partisipasi masyarakat diangkat 67 persen.

Sementara pada pilkada tahun 2020, partisipasi masyarakat pemilih mencapai 70,9 persen dan pemiluka tahun 2024, mengalami peningkatan yakni 72,6 persen.

Disebut partisipasi masyarakat dalam pilkada 2024 rendah. Lalu apakah dapat mempengaruhi legitimasi hasil perolehan suara dan dapat membatalkan Pilkada?

Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulawesi Tengah, Dr.Naharuddin, SH, MH mengatakan, rendahnya partisipasi masyarakat untuk memilih tidak mempengaruhi dan membatalkan hasil pilkada.

“Karena memilih itu hak orang, tidak bisa dipaksa orang datang atau tidak ke TPS. Masa pemlih rendah karena orang malas, apatis, golput mempengaruhi legitimasi pemilu.Terkecuali jika orang itu dipaksa tidak datang, intimidasi, atau kebijakan kantor pegawai dipersuli, itu baru bisa digugat,”jelas Akademisi Untad itu kepada wartawan, Selasa (3/12-2024).

Sementara itu pengamat kebijakan publik Prof Slamate Riady Cante dalam menanggapi isu-isu rendahnya partisipasi masyarakat pemilih dalam pilkada menegaakan, salah satu faktor yang menyebabkan partisipasi pemilih dalam pilkada rendah karena adanya kejenuhan politik masyarakat.

“Pilpres dan pileg terlalu berdekatan / beririsan dengan pilkada, sehingga membuat masyarakat pemilih jenuh,”kata guru besar Untad Palu itu.

Prof Slamate Riady Cante mengatakan, hal ini merupakan tantangan buat KPU untuk mendorong partisipasi pemilih, termasuk parpol.

“Karena Parpol bagian dari pendidikan politik,”ujar Prof Slamet.

Sementara itu Drs.Andi Azikin Suyuti, M.Si pengamat sosial mengatakan Jakarta saja cuma sekitar +- 50 Persen PEMILIH KE TPS, Sulsel cuma sekitar +- 60 persen pemilih yang ke TPS.

“Maaf sulteng sdh lumayan mungkin sekitar 70 persen pemilih ke TPS ( kalau hasil data sementara yang terekam di “SIREKAP ANGKA SEKITAR +- 600 ribu PEROLEHAN SUARA “BERAMAL DAN sekitar +-700 ribu PEROLEHAN SUARA” BERANI SERTA sekitar +- 200 ribu PEROLEHĂ€N SUARA ” SANGGANIPA ” = total +_sekitar 1.7 juta pemilih di Sulteng ke TPS dari +-2.2 juta DPT,”terang mantan Kadis Sosial Sulteng itu.

Azikin mengatakan soal adanya pemilih yang tidak ke TPS, itu hak politik. Tidak bisa dipaksa. Mungkin pemilih ada faktor X diluar sistim yang sudah baku dari penyelenggara (KPU).

“Kesimpulannya penentu pemenang ada di Mahkama Konstitusi (MK) kalau ada pasangan calon yang menggugigat ke MK,”tutur Azikin. ***

No More Posts Available.

No more pages to load.