Kuasa Hukum PT SPM dan PT SW Nilai Pernyataan Longki Djanggola Terkait Kasus Hukum Mantan Kakanwil BPN Sulteng Keliru

oleh -
oleh
IMG 20250213 WA0171
Kuasa Hukum PT Sinar Putra Murni (SPM) dan PT Sinar Waluyo (SW), H. Syahlan Lamporo, SH, MH saat menggelar konfrensi pers di Palu, Kamis (13/02/2025). FOTO : WARTASULAWESI.COM

PALU, WARTASULAWESI.COM – Kuasa Hukum PT Sinar Putra Murni (SPM) dan PT Sinar Waluyo (SW), H. Syahlan Lamporo, SH, MH, menilai pernyataan anggota DPR RI Dapil Sulawesi Tengah, Drs. H. Longki Djanggola, dalam Rapat Kerja Komisi II DPR RI bersama Kementerian ATR/BPN RI pada 30 Januari 2025 lalu keliru.

Sahlan menilai pernyataan Longki Djanggola itu, sebagai bentuk intervensi terhadap kasus hukum yang menimpa mantan Kepala Kanwil BPN Sulawesi Tengah, Dr. Ir. Doni Janarto Widiantono.

Dalam rapat tersebut, Longki meminta Menteri ATR/BPN Nusron Wahid berkoordinasi dengan Kapolri untuk meninjau kembali status hukum Doni yang ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pembuatan surat keterangan palsu terkait lahan Hunian Tetap II (Huntap II) di Tondo, Kota Palu.

Syahlan menegaskan bahwa kasus hukum Doni telah melalui prosedur yang sah, mulai dari penyelidikan, penyidikan, gelar perkara, hingga penetapan tersangka oleh Polda Sulawesi Tengah berdasarkan SP2H Nomor B/383/IX/RES.1.9/2024/Ditreskrimum tertanggal 19 September 2024.

“Pernyataan Longki seolah-olah mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan. Seharusnya beliau fokus pada penyelesaian masalah lahan Huntap II dengan mengundang pihak perusahaan dan semua pihak terkait, bukan malah membuat pernyataan yang membela secara personal,” ujar Syahlan dalam konferensi pers di Palu, Kamis (13/2/2025).
Syahlan menjelaskan, Doni ditetapkan sebagai tersangka karena menerbitkan surat keterangan pada 14 Desember 2021 yang menyatakan lahan Huntap II Tondo bebas dari klaim atau kepemilikan masyarakat (clean and clear).

Surat tersebut diduga memfasilitasi pencairan dana Bank Dunia tanpa memperhatikan hak-hak hukum PT SPM dan PT SW atas lahan tersebut.
Tanah di kawasan Huntap II, lanjutnya, merupakan bagian dari HGB No. 122/Tondo milik PT SPM dan HGB No. 300/Tondo milik PT SW.
Permohonan perpanjangan HGB telah diajukan sejak 2017, dua tahun sebelum masa berlaku hak berakhir, dengan rekomendasi dari Gubernur Sulawesi Tengah saat itu, Longki Djanggola.

Namun, tanpa persetujuan pemilik lahan, Doni bersama Wali Kota Palu, H. Hadianto Rasyid, SE, melakukan serah terima lahan seluas 65 hektare, termasuk 55 hektare yang tidak pernah disumbangkan oleh PT SPM dan PT SW.

“Tindakan ini jelas merupakan penyalahgunaan wewenang, sebagaimana yang telah ditemukan dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia,” tegas Syahlan.

Longki Djanggola sebelumnya menyatakan bahwa tuduhan terhadap Doni tidak beralasan karena lahan tersebut sudah lama terbengkalai dan baru dipersoalkan setelah digunakan untuk Huntap bagi korban bencana.

Menanggapi hal itu, Syahlan menegaskan bahwa penggunaan lahan tanpa pelepasan hak dan ganti rugi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum.

“Apapun alasan yang dikemukakan, tidak bisa mengabaikan fakta hukum bahwa tanah tersebut masih berstatus HGB milik PT SPM dan PT SW. Jadi, pernyataan Longki yang menyebut lahan itu terbengkalai adalah tidak berdasar,” kata Syahlan.

Ia berharap kasus ini diselesaikan dengan adil dan sesuai prosedur hukum, tanpa adanya intervensi politik.

“Yang kami harapkan adalah kepastian hukum, bukan opini yang justru memperkeruh keadaan,” pungkasnya. ***

No More Posts Available.

No more pages to load.