PALU, WARTASULAWESI.COM – Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah diwakili Asisten Intelijen (Asintel) Ardi Surianto, S.H., M.H., bersama Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) La Ode Abd. Sofian, S.H., M.H., menjadi narasumber dalam kegiatan Internalisasi Zona Integritas yang dirangkaikan dengan Sosialisasi Anti Korupsi di lingkungan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) Provinsi Sulawesi Tengah, Kamis (14/8/2025).
Acara yang digelar di Aula Kaledo Kanwil BPN Sulteng ini mengusung tema “Membangun Integritas, Mencegah Korupsi di Lingkungan Kanwil BPN Sulawesi Tengah” dan dihadiri jajaran pejabat serta pegawai BPN.
Kegiatan ini menjadi bagian dari komitmen bersama mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel.
Dalam pemaparannya, Kasi Penkum La Ode Abd. Sofian mengusung materi “Memahami dan Mencegah Korupsi” dengan pendekatan akademis dan berbasis regulasi.
La Ode Sofian menegaskan bahwa visi besar Indonesia Emas 2045 harus ditopang oleh penguatan reformasi politik, hukum, dan birokrasi, termasuk pemberantasan korupsi sebagai pilar utamanya.
La Ode menguraikan pengertian korupsi dari berbagai perspektif, mulai dari etimologi, definisi Black’s Law Dictionary, hingga ketentuan perundang-undangan seperti UU No. 28 Tahun 1999, UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001, serta pengaturan terbaru dalam KUHP.
Pemahaman ini diperkaya dengan teori akademik seperti Fraud Triangle Donald R. Cressey dan teori GONE dari Jack Bologna yang membedah faktor-faktor pendorong korupsi.
Ia juga menyoroti strategi pencegahan korupsi sesuai Perpres No. 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK), yang mencakup penguatan tata kelola perizinan, pengelolaan keuangan negara, dan reformasi birokrasi.
Pendidikan antikorupsi, menurutnya, harus ditanamkan sejak dini sebagai upaya preventif berbasis nilai integritas.
Sesi diskusi interaktif kemudian dipandu langsung oleh Asintel Ardi Surianto. Ia memberikan pencerahan terkait penerapan diskresi dalam pemerintahan serta penilaian unsur mens rea atau niat jahat dalam perkara korupsi.
Ardi menegaskan bahwa diskresi adalah kewenangan sah yang harus dijalankan secara hati-hati, proporsional, dan akuntabel agar tidak menjadi penyalahgunaan wewenang.
“Mens rea adalah unsur penting dalam menentukan ada tidaknya tindak pidana korupsi. Niat jahat harus dibuktikan secara yuridis, bukan sekadar persepsi,” tegas Ardi.
Kegiatan ini diakhiri dengan ajakan membangun budaya integritas dan menjadikan tokoh teladan antikorupsi seperti Prof. Dr. H. Baharudin Lopa dan Hoegeng Iman Santoso sebagai inspirasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. ***