Kejati Sulteng Hentikan Penuntutan Perkara Badut di Kejari Banggai Melalui Restorative Justice

oleh -
oleh
IMG 20241111 WA0060 scaled
Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah Zullikar Tanjung, S.H., M.H didampingi Koordinator pada Kejati Sulteng memimpin ekspose penghentian penuntutan berdasarkan Restorative Justice melalui daring bersama JAMPIDUM Kejaksaan RI, Senin (11/11/2024). FOTO : HUMAS KEJATI SULTENG

PALU, WARTASULAWESI.COM – Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah Zullikar Tanjung, S.H., M.H didampingi Koordinator pada Kejati Sulteng memimpin ekspose penghentian penuntutan berdasarkan Restorative Justice melalui daring bersama JAMPIDUM Kejaksaan RI, Senin (11/11/2024).

Perkara kali ini dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Banggai.

Dalam upaya menegakkan keadilan yang berkeadaban dan mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah kembali mengambil langkah progresif dengan melakukan upaya penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif atas kasus yang melibatkan tersangka Aprianto Yamahata yang diduga melanggar pasal 362 KUHPidana, dengan korban atas nama La Agus Lamahidi.

Tersangka merupakan seorang yang berprofesi badut keliling yang menjalani hidup penuh perjuangan.

Sementara itu, Agus selaku korban, telah menunjukkan sikap luar biasa dengan membuka pintu maaf melalui mekanisme restorative justice yang memberi ruang bagi penyelesaian konflik secara damai;

Kejadian tersebut berawal dari tersangka melewati rumah korban dan melihat beberapa barang berharga, tersangka kemudian masuk melalui ventilasi dapur dan melakukan aksi pencuriannya.

Selang sehari setelah kejadian, korban melihat salah satu barangnya yang hilang yaitu speaker berada dijalan yang pada saat itu tersangka menggunakannya untuk bekerja sebagai badut.

Diketahui modus tersangka melakukan perbuatan tersebut, karena kebutuhan ekonomi dan membiyai persalinan istrinya yang telah memasuki usia kandungan 40 minggu serta untuk membelikan seragam sekolah anaknya.

Peristiwa ini tak sekadar menjadi cerita tentang pelanggaran hukum, tetapi juga menjadi cerminan dari realitas sosial yang dialami tersangka Aprianto. Sebagai badut keliling, ia menggantungkan hidup dari belas kasih orang-orang di jalanan. Namun, desakan ekonomi dan keterbatasan hidup membuatnya melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum, meski jauh di lubuk hatinya, ia tak pernah berniat merugikan orang lain.

Sementara Agus, sebagai korban, dengan penuh kebesaran hati dan pengertian, memutuskan untuk tidak memperpanjang permasalahan ke pengadilan.

Sebagai bentuk kemanusiaan, ia memilih jalan musyawarah dan mufakat yang difasilitasi institusi Kejaksaan di rumah Restorative Justice Kejaksaan Negeri Banggai.

Menyadari bahwa hukuman bukanlah satu-satunya jalan menuju keadilan. Melalui restorative justice, kedua belah pihak mampu mencapai titik temu yang adil dan manusiawi, dimana perdamaian serta tanggung jawab bersama menjadi kunci utama.

Penghentian penuntutan ini adalah bukti nyata bahwa hukum tidak hanya berbicara soal hukuman, tetapi juga soal kesempatan bagi setiap individu untuk memperbaiki diri dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.

Atas dasar hal tersebut, membuat JAMPIDUM menyetujui dihentikannya penuntutan untuk perkara tersebut dengan seluruh syarat penghentian penuntutan melalui Restorative Justice telah terpenuhi. ***

No More Posts Available.

No more pages to load.