JAKARTA, WARTASULAWESI.COM – Kehadiran Kepala Komnas HAM Perwakilan Sulteng, Livand Breemer, dalam kunjungan sekelompok masyarakat lingkar tambang ke kantor pusat PT Citra Palu Minerals (CPM) di Gedung Bakrie Tower, Jakarta, pada Selasa 26 Agustus 2025, menuai sorotan publik.
Kunjungan masyarakat lingkar tambang tersebut bertujuan menyampaikan aspirasi terkait permintaan penciutan lahan kontrak karya PT CPM. Namun yang memunculkan tanda tanya adalah Livand Breemer, tidak ikut dalam pertemuan resmi antara masyarakat dengan pihak PT CPM itu, padahal yang bersangkutan disebut mendampingi masyarakat saat berkunjung ke kantor PT CPM itu.
Situasi itu menimbulkan pertanyaan publik mengenai peran dan posisi Komnas HAM sebagai lembaga independen yang semestinya menjaga netralitas dalam konflik antara masyarakat lingkar tambang dan PT CPM di Poboya, Palu, Sulawesi Tengah.
Lebih jauh, keberadaan Livand Breemer di Gedung Bakrie Tower juga menimbulkan sejumlah pertanyaan administratif.
Publik mempertanyakan apakah kehadirannya dilakukan dalam kapasitas resmi sebagai pejabat Komnas HAM atau sekadar inisiatif pribadi.
Jika resmi, muncul pertanyaan apakah perjalanan tersebut telah melalui mekanisme penugasan dan prosedur perjalanan dinas sesuai aturan.
Selain itu, aspek pembiayaan perjalanan turut menjadi sorotan. Jika dibiayai melalui anggaran negara, publik menuntut transparansi terkait kesesuaian penggunaan dana tersebut dengan aturan keuangan yang berlaku.
“Apakah kehadiran pejabat Komnas HAM dalam kunjungan ini merupakan bagian dari mekanisme pengawalan HAM yang legitimate, ataukah ada kepentingan lain yang belum dijelaskan secara terbuka?” demikian pernyataan resmi Yayasan Masyarakat Madani Indonesia (YAMMI) Sulawesi Tengah yang disampaikan Direktur Kampanye dan Advokasinya, Africhal Khamane’i, S.H.
YAMMI menegaskan, masyarakat berhak mendapatkan kejelasan terkait posisi dan independensi Komnas HAM dalam kasus ini.
Transparansi, menurut YAMMI sangat penting untuk menjaga kredibilitas lembaga yang memiliki mandat sebagai pengawal penegakan hak asasi manusia di Indonesia.
“Komnas HAM harus memberikan klarifikasi komprehensif agar keraguan publik bisa terjawab. Penjelasan yang transparan akan sangat menentukan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga ini,” tambah Africhal.
Kasus ini, lanjut Africhal mencerminkan tantangan besar bagi lembaga negara dalam menjaga independensi dan kredibilitasnya di mata publik. Sebagai lembaga yang berperan sebagai watchdog HAM nasional, Komnas HAM dituntut untuk benar-benar netral dan mengedepankan keadilan serta kebenaran dalam menyikapi konflik. ***